BUDI SETIYO PRABOWO

Beranda » 2016 » Februari

Monthly Archives: Februari 2016

BEBERAPA KONSEP TENTANG FILSAFAT ILMU

 

  1. Perbedaan Pengetahuan Biasa dan Pengetahuan Ilmu
No Pengetahuan Biasa[1] Pengetahuan Ilmu[2]
1. Hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau perbuatan manusia untuk memahami obyek tertentu,. Aktivitas manusia untuk memperoleh pengetahuan, lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan nanti, untuk beradaptasi, mengubah lingkungan dan sifat-sifatnya.
2. Berwujud barang fisik, pemahaman Menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu
3. Melalui cara persepsi lewat indra, akal atau masalah kejiwaan Melalui metode khusus yang selanjutnya disebutkan sebagai metode ilmiah
4. Memiliki obyek tertentu, runtut, memiliki metode yang umum Sesuatu cabang ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis material (systematic knowledge of the physical or material world).

 

  1. Karakteristik Pengetahuan filsafat, pengetahuan ilmu, dan pengetahuan tasawuf/mistik dari segi ontology, epistemology dan (3) aksiologi
No Karakteristik Pengetahuan Filsafat Pengetahuan Ilmu Pengetahuan Tasawuf
1 Ontologi Hakikat Pengetahuan

Pengetahuan yang diperoleh dari proses berfikir, mempunyai ciri khas dan output yang dihasilkan berupa pemikiran yang logis tetapi tidak empiris[3]

 

Struktur Pengetahuan

Struktur pada pengetahuan filsafat meliputi metafisika, asumsi, dan peluang.

Metafisika dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Ontologi, dan 2) Metafisika khusus. Ontologi mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakikat adanya dari segala sesuatu wujud yang ada, “ontology is the theory of being qua being”. Sedangkan Metafisika Khusus, mempersoalkan theologi, kosmologi, dan antropologi.[4]

 

 

 

 

Hakikat Pengetahuan

Pada dasarnya cara kerja sains adalah kerja mencari hubungan sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain, asumsi sains adalah tidak ada suatu kejadian tanpa sebab dan dirumuskan dengan ungkapan post hoc/ ergo propter hoc ini tentu disebabkan oleh ini. Asumsi ini benar bila sebab akibat itu memiliki hubungan rasional. Ilmu atau sains berisi tentang teori, teori itu pada dasarnya menerangkan hubungan sebab akibat. Dan sains tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan atau tidak sopan, indah atau tidak indah, sains hanya memberikan nilai benar atau salah.

Struktur Pengetahuan

Secara garis besar struktur pengetahuan ilmu dibagi menjadi Sains Alam dan Sains sosial dengan cabang-cabang kekhasan masing-masing.

Karakteristik

Beberapa ciri umum sains, antara lain : 1). Hasil sains bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, artinya hasil sains yang lalu dapat digunakan untuk penyelidikan hal yang baru, dan tidak memonopoli. Setiap orang dapat memanfaatkan hasil penemuan orang lain. 2). Hasil sains kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang menyelidikinya adalah manusia. 3). Sains bersifat objektif ,artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode sains tidak tergantung kepada siapa yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.

Hakikat Pengetahuan

Merupakan pengetahuan yang tidak dapat di pahami rasio, maksudnya, hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat di pahami rasio. Sering disebut dengan pengetahuan metafisika[5]

 

Struktur Pengetahuan

Pengetahuan tasawuf merupakan salah satu bagian mistik biasa, akan tetapi jika ditinjau secara filsafat, maka terdapat magis putih dan magis hitam. Mistik putih selalu dekat dan berhubungan serta bersandar pada Tuhan, sehingga dukungan Ilahi sangat menentukan. Sedangkan mistik hitam selalu dekat, bersandar, dan bergantung pada kekuatan setan dan roh jahat.[6]

 

2 Epistimologi Obyek Pengetahuan

Pengetahuan Ilmiah merupakan segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan mengunakan metode ilmiah.dan pengetahuan non ilmiah merupakan Segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai obyek tertentu yang terdapat pada kehidupan sehari-hari[7]

 

Proses Pengetahuan

Pengalaman Indera, Nalar, Otoritas, Intuisi, Wahyu, dan Keyakinan.

 

Ukuran kebenaran

Pengetahuan flsafat adalah pengetahuan yang logis tetapi tidak empiris. Sehingga ukuran keberan filsafat adalah logis tidaknya suatu pengetahuan, jika logis maka benar akan tetapi jika tidak logis maka salah.[8]

 

Obyek Pengetahuan

Objek kajian sains hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusi. Yang dimaksud pengalaman di sini ialah pengalaman indera. Bukti empiris ini di perlukan untuk menguji bukti rsaional yang telah di rumuskan dalam hipotesis. Objek-objek yang dapat diteliti sains seperti alam, tumbuhan, hewan, dan manusia serta kejadian di sekitar alam, tumbuhan, hewan, dan manusia. Dari penelitian itulah muncul teori-teori sains.[9]

Proses Pengetahuan Menggunakan paham Humanisme, Rasionalisme, Empirisme, dan Postivisme.

Ukuran kebenaran

Logis dan empiris

Menggunakan teori korespondensi, koherensi, dan pragmatik.[10]

Obyek Pengetahuan

Obyek pengetahuan tasawuf atau mistik adalah obyek yang abstrak supra rasional seperti alam gaib termasuk Tuhan, malaikat, surga, neraka, jin dan lainnya. Obyek yang tidak dapat dipahami oleh rasio juga dapat diketahui dengan pengetahuan mistik, seperti obyek supra natural (supra rasional) berupa kekebalan, debus, pellet, dan santet.[11]

 

Proses Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan mistik dapat menggunakan beberapa cara. Diantaranya adalah melalui moral, intuisi, atau dengan menghilangkan unsur-unsur kebutuhan yang bersifat jasmaniah serta memperbesar unsur rohaniah.

 

Ukuran kebenaran

Kebenaran pengetahuan mistik diukur dengan berbagai macam ukuran. Bila pengetahuan mistik itu berasal dari Tuhan, maka ukuran kebenarannya ialah teks Tuhan atau Al-Qur’an (dalam agama Islam). Tatkala Tuhan didalam Al-Qur’an menyatakan bahwa surga neraka itu ada, maka ukuran kebenarannya adalah teks itu sendiri. Ukuran kebenaran yang kedua adalah kepercayaan, yang sesuatu dianggap benar jika percaya. Jika manusia percaya bahwa jin dapat disuruh untuk melakukan sesuatu pekerjaan, maka kepercayaan itulah yang menjadi bukti kebenaran. Dan ukuran kebenaran yang terakhir adalah bukti empiris. Kebal adalah sejenis pengetahuan mistik. Kebenarannya dapat diukur dengan bukti empiris ketika seseorang memperlihatkan di hadapan orang lainnya bahwa ia tidak mempan ditusuk jarum.[12]

3 Aksiologi Kegunaan Pengetahuan Filsafat

Pengetahuan Filsafat memiliki kegunaan diantaranya adalah sebagai kumpulan teori filsafat contohnya adalah filsafat Marxisme (komunisme), Filsafat Mulla Shadra, dan lain sebagainya.Sebagai metode pemecahan masalah filsafat digunakan sebagai suatu cara atau model pemecahan masalah secara mendalam dan universal, filsafat selalu mencari sebab dan mencari dari sudut pandang yang seluas-luasnya, dan sebagai pandangan hidup (philosophy of life) akan dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang dan tindakannya dalam kegiatan keseharian.[13]

 

 

 

Cara Menyelesaikan Masalah

Filsafat sesuai dengan sifatnya menyelesaikan masalah secara mendalam, dan universal. Penyelesaian filsafat secara mendalam artinya ingin mencari akar masalah secara mendalam. Universal artinya filsafat ingin melihat masalah dalam hubungannya seluas-luasnya.

Kegunaan Pengetahuan

Pengetahuan Ilmu berguna sebagai alat eksplanasi[14] teori-teori tertentu menerangkan (mengeksplanasikan) sebuah gejala sosial tertentu yang terjadi di masyarakat. Teori digunakan sebagai alat untuk meramalkan atau membuat sebuah prediksi perencanaan. Teori sebagai sarana alat untuk memecahkan suatu masalah.

 

Cara Menyelesaikan Masalah

Identifikasi masalah, mencari teori tentang masalah tersebut, kembali membaca literatur atau teori lagi.

 

Kegunaan Pengetahuan

Kegunaan pengetahuan mistik sangat subyektif karena tergantuk setiap individu dalam memandang dan menggunakannya. Kegunaan berbagai pengetahuan mistik saat ini tergeser oleh produk modern. Mistik yang dapat membawa pada ketenangan batin merupakan bentuk pengetahuan mistik yang sampai sekarang masih digunakan.[15]

 

Cara Menyelesaikan Masalah

Pengetahuan mistik menyelesaikan masalah tidak melalui proses indrawi dan tidak melalui proses rasio. Bagi para ahli hikmat dapat diselesaikan dengan meningkatkan bentuk ibadah dan kualitas ibadah mereka kepada Tuhan.[16] Sedangkan bagi mistik hitam dapat melalui perantara atau bantuan jin untuk menyelesaikan masalah mereka.[17]

 

  1. Karakteristik ajaran filsafat rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme dan falsifikasionisme dari segi epistemologinya (yakni sumber pengetahuan, metode memperoleh pengetahuan dan ukuran kebenaran pengetahuan
No Karakteristik Rasionalisme Empirisme Kritisisme Positivisme Falsifikasio-

nisme

1 Sumber Pengetahuan Pengetahuan yang dapat diandalkan bukanlah yang diturunkan dari dunia pengalaman, melainkan dari dunia pikiran, pikiran tidak sinonim dengan data. Pengetahuan yang benar sudah ada bersama kita dalam bentuk ide-ide, yang tidak kita peroleh (pelajari) melainkan merupakan bawaan.[18] Pengalaman, artinya adalah pengalaman lahir yang menyangkut persoalan dunia dan pengalaman batin yang menyangkut pribadi manusia. Manusia tidak mempunyai ide-ide bawaan atau innate ideas. Manusia merupakan kertas putih yang belum terisi apa-apa-apa sedangkan pengalaman yang kemudian mengisinya[19] Menyelidiki struktur-struktur subjek untuk

mengetahui benda-benda sebagai objek. Lahirnya pengetahuan karena manusia dengan akal aktifnya mengontruksi gejala-gejala yang dapat ia tangkap.

Akal tidak boleh bertindak seperti seorang mahasiswa yang cuma puas dengan mendengarkan keterangan-keterangan yang telah dipilihkan oleh dosennya, tapi hendaknya ia bertindak seperti hakim yang bertugas menyelidiki   perkara dan memaksa para saksi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ia sendiri telah rumuskan dan persiapkan sebelumnya.[20]

Realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Upaya penelitian, dalam hal ini adalah untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan Pengetahuan didapatkan menggunakan pengamatan dan percobaan (observation and experiment)

Penggunaan akal dan pengalaman langsung menjadi dasar utama ajaran filsafat ini.[21]

2 Metode Metode intuisi rasional merupakan sarana ntuk mengetahui kebenaran pada dunia nyata.[22] Menggunakan metode eksperimen dalam penyelidikan dan penelitian. Petunjuk yang diberikan diantaranya adalah 1) idola tribus (menarik kesimpulan secara terburu-buru). 2) idola specus menarik kesimpulan sesuai dengan selera. 3) idola fori yaitu menarik kesimpulan berdasarkan orang banyak. 4) idola Theatri menarik kesimpulan berdasar pendapat ilmuan sebenarnya.[23] Menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Langkah ini dimulai dengan kritik atas rasio murni, lalu kritik atas rasio praktis, dan terakhir adalah kritik atas daya pertimbangan[24] Informasi kebenaran itu ditanyakan oleh penelitian kepada individu yang dijadikan responden penelitian. Untuk mencapai kebenaran ini, maka seorang pencari kebenaran (penelitian) harus menanyakan langsung kepada objek yang diteliti, dan objek dapat memberikan jawaban langsung kepada penelitian yang bersangkutan. Hubungan epistemologi ini, harus menempatkan si peneliti di belakang layar untuk mengobservasi hakekat realitas apa adanya untuk menjaga objektifitas temuan. Karena itu secara metodologis, seorang penelitian menggunakan metodologi eksperimen-empirik untuk menjamin agar temuan yang diperoleh betul-betul objektif dalam menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Mereka mencari ketepatan yang tinggi, pengukuran yang akurat dan penelitian objektif, juga mereka menguji hipotesis dengan jalan melakukan analisis terhadap bilangan-bilangan yang berasal dari pengukuran.[25] Ilmu pengetahuan modern mendasarkan metodologi pada verifikatif induktif. Akan tetapi pada ajaran ini verifikatif indukti tidak semata-mata dapat menyatakan kebenaran hukum-hukum universal. Kebenaran hukum ilmiah bukan hasil pembenaran dari sederetan fakta yang terkumpul, melainkan hasil uji dengan berbagai percobaan yang sistematis untuk menyangkal-nya. Solusi yang ditawarkan adalah berupa metode verifikatif induktif dengan metode falsifikasi deduktif yang membawa implikasi lahirnya teori pertumbuhan pengetahuan ilmiah dan emistimologi revoluisoner.[26]
3 Ukuran Kebenaran Kebenaran atau kesalahan terletak di dalam ide dan bukan pada benda-benda atau pengalaman yang dilalui Kebenaran terhadap obyek didasarkan pada pengalaman manusia. Pernyataan tetang ada atau tidaknya sesuatu haruslah memenuhi syarat pengujian publik. Kemudian terdapat prinsip keteraturan dan keserupaan.[27] Menyelidiki manakah syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya manusia bisa berpikir (teori) dan atau bertindak (praktis). Logika formal sebenarnya juga bersifat a priori, namun berbeda dengan metafisika, logika formal tidak menentukan objek-objek pengalaman, hal yang justru dilakukan oleh metafisika Kant. Lewat tangan Kant inilah, metafisika menemukan paradigmanya yang baru, yakni merupakan mode of thought.[28] Dapat di/ter-amati (

observable), dapat di/ter-ulang (repeatable), dapat di/ter-ukur

(measurable), dapat di/ter-uji (testable), dan dapat di/ter-ramalkan (predictable).

Syarat tersebut pada bagian 1 s/d 3 merupakan syarat-syarat yang diberlakukan

atas objek ilmu pengetahuan, sedangkan dua syarat terakhir diberlakuakn atas

proporsi-proporsi ilmiah karena syarat-syarat itulah, maka paradigma positivisme

ini sangat bersifat

behavioral, operasional dan kuantitatif.

Pengalaman dan pengamatan digunakan sebagai sarana untuk melakukan kritik terhadap suatu teori. Pengalaman dan pengamatan bukan merupkan sarana untuk meneguhkan teori seperti dalam tradisi pemikiran induktifitas dan verifikasionis-tis, akan tetapi untuk mengadakan penyangkalan terhadap teori[29] Peran observasi dan percobaan hanya digunakan sebagai alat argumentasi kritis.[30]

 

 

 

 

 

  1. Teori tentang kebenaran yakni correspondensi, koherensi, pragmatis dan religius
  2. Correspondensi

Merupakan persesuaian antara fakta dan situasi nyata. Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan situasi lingkungannya. Jika ide atau kesan yang diyati subyek (seseorang) sesuai dengan kenyataan, realita obyek, maka sesuatu itu benar. Teori ini didasarkan pada pandangan ontology bahwa di dalam semesta ini ada dunia obyektif yang independent, yang tidak bergantung kepada subyek yang menyandarinya. Masalah kebenaran ditentukan oleh faktor eksternal dan bukan faktor internal, kebenaran bersifat obyektif. Kebenaran merupakan kesan subyek terhadap sebuah realita, jika keduanya terdapat persesuaian maka itu benar.[31]

Contoh jika kita menyakini di dalam pikiran Ibu kota Indonesia adalah Jakarta, maka itu benar secara correspondensi, akan tetapi jika dalam pikiran kita menyakini medan sebagai ibu kota Indonesia maka itu salah.

 

  1. Koherensi

Suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Teori kebenaran koherensi ini biasa disebut juga dengan teori konsitensi. Pengertian dari teori kebenaran koherensi ini adalah teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.[32]

Teori Konsistensi mencari kebenaran berdasarkan konsitensinya (ketetapan/ keajegan) antara ide-ide atau kesan-kesan tentang suatu realita. Berdasarkan adanya konsistensi antara idea atau kesan seseorang dengan orang lain untuk suatu obyek yang sama, maka ini dipandang sebagai benar. Sesuatu dinyatakan sebagai benar sejauh adanya konsistensi antara kebenaran yang ditangkap subyek tentang suatu realita (obyek yang sama).[33]

Contoh ide (1) bahwa setiap manusia pasti mati. Ide (2) Suliyemadalah manusia. Ide (3) maka Suliyem pasti mati, jadi ide pertama, kedua, dan ketiga konsisteb benarnya.[34]

 

  1. Pragmatis

Sesuatu dikatakan benar hanya jika mereka berguna, mampu memecahkan masalah yang ada secara praktis. Artinya sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan, dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak. Suatu teori, pendapat, atau hipotesis dikatakan benar apabila menghasilkan jalan keluar dalam praktek, atau membuahkan hasil-hasil yang memuaskan dalam kehidupan praktis. Pragmatisme telah menekankan pada kegunaan suatu ide di dalam praktek, jika berguna maka itu benar, sebaliknya jika tidak berguna makan tidak benar. Dengan demikian kebenaran amatlah relative.[35]

Contoh misalnya kita menjalankan ibadah sholat dalam rangka mendapatkan ketenangan jiwa pada aktifitas kehidupan. Akan tetapi ketika tidak mendapatkan hal tersebut, kemudian kita merasa meragukan terhadap sholat yang sudah dilakukan apakah sesuai dengan tuntunan atau belum. Contoh lain misalnya seorang anggota DPR dianggap memenuhi aspirasi rakyat ketika dapat mengakomodasi semua apa yang menjadi kepentingan rakyatnya.

 

  1. Religius

Merupakam teori kebenaran yang absolut, universal, dan mutlak. Manusia bukanlah semata-mata makhluk jasmaniah yang ditentukan oleh hukum alam (kausalitas) dan biologis. Manusia adalah makhluk rohaniah dan jasmaniah. Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasio dan kemauan individu. Kebenaran pastilah mengatasi rasio dan kemauan individu. Kebenaran bersifat obyektif, universal, berlaku bag seluruh umat manusia. Bahkan kebenaran itu bersifat mutlak, berlaku unruk sepanjang sejarah manusia. Kebenaran berasal dari luar diri manusia, yaitu berasal dari Sang Pencipta. Karena kebenaran yang diciptakan oleh manusia selalu dalam perspektif keilmuan, ruang dan waktu dan tidak lepas dari kepentingan, sehingga menjadi kebenaran yang relatif. Sedangkan kebenaran dari Tuhan, tidak ada unsur kepentingan.[36]

Contoh ketetapan tentang adanya surge dan negara yang telah menjadi jaminan dari Tuhan sebagai balasan bagi aktifitas kehidupan umat manusia.

 

  1. Keuntungan dan kerugian value free dan value bound dalam pengembangan ilmu pengetahuan
No Aspek Value Free[37] Value Bound
1 Kelebihan Perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi Perkembangan lmu pengetahuan akans sesuai dengan segmen atau nilai-nilai dasar yang mengikat, contohnya ilmu-ilmu alam yang bekerja secara analitis empiris, teori kritis, maupun memiliki pola lainnya.
    Tidak ada hambatan dalam melakukan penelitian Penelitian menjadi lebih spesifik sesuai dengan kondisi yang ada.
    Mendorong terjadinya otonomi ilmu pengetahuan, kebebasan menyangkut kemungkinan untuk menentukan diri sendiri Ilmu cenderung memiliki kaitan langsung dengan induk dalam pengembangan pengetahuan. Menggunakan penafsiran atau tata cara tertentu sesuai dengan obyek pengetahuan.
2. Kelemahan Menambah masalah pengetahuan bagi manusia karena tidak terikat oleh nilai-nilai yang ada. Kecenderungan akan menutup adanya pengembangan keilmuan secara lebih lanjut diluar lingkup dasar dalam keilmuan. Terbatas sesuai subyek pengetahuan tertentu.

 

 

  1. Langkah-langkah dalam metode ilmiah dan beri contohnya
  2. Sadar akan adanya masalah dan merumuskan masalah

Tahap permulaan metode keilmuan yang menganggap dunia sebagai suatu kumpulan obyek dan kejadian yang dapat diamati secara empiris dan kepada dunia itu kemudian kita terapkan suatu peraturan atau struktur hubungan, dimana suatu lingkup yang terbatas dari fakta-fakta yang tertangkap indera dapat diberikan arti[38]

Contoh : permasalahan mutu pendidikan di level sekolah yang saat ini masih belum sesuai, khususnya pada kompetensi profesional guru dalam memberikan materi pelajaran. Apakah sudah terdapat kesesuaian antara tunjangan profesionalisme yang diberikan kepada guru dengan pengembangan profesi berupa peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.

  1. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan

Merupakan sarana untuk mengumpulkan berbagai fakta yang terjadi di lapangan. Pengamatan yang teliti memungkinkan terdapatnya berbagai alat, yang dibuat oleh manusia dengan penuh akal, memberikan dukungan yang dramatis terhadap konsep keilmuan sebagai suatu prosedur yang pada dasarnya adalah empiris dan induktif. Tumpuan terhadap persepsi indera secara langsung atau tidak langsung. Dan keharusan untuk melakukan pengamatan secara teliti, seakan menyita perhatian terhadap segi empiris dari penyelidikan suatu keilmuan.[39]

Contoh : proses pengumpulan data atau fakta yang relevan digunakan melalui triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik dengan menggunakan wawancara yang dikonfirmasi oleh observasi dan pencermatan dokumen (studi dokumentasi), kemudian triangulasi sumber dengan memadukan sumber-sumber dari berbagai komponen, seperti guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, dan siswa.

  1. Penyusunan dan klasifikasi data

Langkah ini dilakukan dengan menyusun fakta dalam kelompok, jenis, dan kelas tertentu. Pada semua cabang ilmu, usaha untuk mengidentifikasikan, menganalisis, membandingkan, dan membedakan fakta-fakta yang relevan tergantung kepada adanya sistem klasifikasi yang disebut taxonomi.[40]

Contoh : Data diklasifikasikan sesuai dengan hasil pengumpulan data, berupa data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, maupun pencermatan terhadap dokumen. Serta hasil dari berbagai sumber kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan penelitian.

 

  1. Perumusan Hipiotesis

Hipotesis merupakan pernyataan sementara tentang hubungan antara benda-benda. Hubungan hipotesis diajukan dalam bentuk dugaan kerja atau teori dasar yang merupakan dasar dalam menjelaskan kemungkinan hubungan tersebut. Hipotesis diajukan dengan dasar coba-coba (trial and error). Hipotesis hanya merupakan dugaan yang beralasan, atau mungkin merupakan perluasan dari hipotesis terdahulu yang telah diuji kebenarannya, yang kemudian diterapkan pada data yang baru. Hipotesis berfungsi mengikat data sedemikian rupa, sehingga hubungan yang diduga dapat kita gambarkan, dan penjelasan yang mungkin dapat kita ajukan.[41]

Contoh : terdapat hubungan antara tunjangan profesionalisme dengan pengembangan peningkatan kualitas belajar mengajar di sekolah.

  1. Deduksi dari Hipotesis

Hipotesis menyusun pernyataan logis yang menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau deduksi mengenai hubungan antara benda-benda tertentu yang sedang diselidiki. Disamping itu, hipotesis dapat menolong kita dalam memberikan ramalan dan menemukan fakta yang baru. Penalaran deduktif, yang ditunjukkan oleh fakta bahwa apa yang kita kenal sebagai pengetahuan keilmuan adalah lebih bersifat teoritis daripada empiris, dan bahwa ramalan tergantung kepada bentuk logika silogistik.[42]

Contoh : peningkatan kualitas pembelajaran dibuktikan dengan prestasi siswa yang semakin meningkat.

  1. Tes dan Pengujian kebenaran (Verifikasi) dari Hipotesis

Pengujian kebenaran dalam ilmu berarti melakukan tes pada berbagai alternatif hipotesis dengan pengamatan kenyataan yang sebenarnya atau melalui percobaan. Keputusan terakhir terdapat pada fakta. Jika fakta tidak mendukung suatu hipotesis maka hipotesis lain dipilih dan proses diulangi kembali. Hakim yang terakhir adalah data empiris atau kaidah yang bersifat umum, atau hukum haruslah memenuhi persyaratan pengujian empiris.[43]

Contoh : jika hipotesis terdapat hubungan antara peningkatan tunjangan profesi dengan peningkatan kualitas pembelajaran tidak terbukti, maka hipotesis dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tunjangan dengan kualitas pembelajaran.

 

RUJUKAN

Alfons, Taryadi. Epistimologi Pemecahan Masalah Menurut Karl R. Popper. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991.

Amsal, Bachtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Atjeh, Abubakar. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani, 1993.

Burhanudin, Afid. “Pengetahuan Filsafat Tinjauan Ontologi Epistimologi Dan Aksiologi.” STKIP Pacitan, 2014.

———. “Pengetahuan Mistik.” STKIP Pacitan, 2014.

burhanudin, afid. Accessed January 21, 2016. https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjm7Yyk6LvKAhUJC44KHdO6AKwQFggkMAE&url=https%3A%2F%2Fafidburhanuddin.wordpress.com%2F2013%2F05%2F21%2Fepistimologi-ontologi-aksiologi-pengetahuan-filsafat-2%2F&usg=AFQjCNFDwwMXNwMECfX1bEGNpBe3Afd79w&bvm=bv.112064104,d.c2E.

Gie, The Liang. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2010.

Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat (dialihbahasakan Oleh Soejono Soemargono). Yogyakarta: Tiara Wacana, n.d.

Maragustam. Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2015.

M.Echols, John, and Hasan Saddily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990.

Muslih, Mohammad. Filsafat Ilmu : Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar, 2004.

Mustansyir, Rizal, and Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Pooper, Karl R. Logika Penemuan Ilmiah Terjemahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Soemargono, Soejono. Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Nurcahya, 1983.

S.Suriasumantri, Jujun. Ilmu Dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2014.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Mengurai Ontologi, Epistimologi, Dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.

Widisuseno, Iriyanto. Bahan Ajar Filsafat Ilmu. Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2010.

Zaprulkhan. Filsafat Islam : Sebuah Kajian Tematik. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

 

 

[1] John M.Echols and Hasan Saddily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990).

[2] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2010), 90.

[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Mengurai Ontologi, Epistimologi, Dan Aksiologi Pengetahuan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), 67.

[4] Afid Burhanudin, “Pengetahuan Filsafat Tinjauan Ontologi Epistimologi Dan Aksiologi” (STKIP Pacitan, 2014), 2.

[5] Afid Burhanudin, “Pengetahuan Mistik” (STKIP Pacitan, 2014), 4.

[6] Tafsir, Filsafat Mengurai Ontologi, Epistimologi, Dan Aksiologi Pengetahuan, 114–116.

[7] Soejono Soemargono, Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Nurcahya, 1983).

[8] Bachtiar Amsal, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), 89.

[9] Tafsir, Filsafat Mengurai Ontologi, Epistimologi, Dan Aksiologi Pengetahuan, 27.

[10] afid burhanudin, accessed January 21, 2016, https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjm7Yyk6LvKAhUJC44KHdO6AKwQFggkMAE&url=https%3A%2F%2Fafidburhanuddin.wordpress.com%2F2013%2F05%2F21%2Fepistimologi-ontologi-aksiologi-pengetahuan-filsafat-2%2F&usg=AFQjCNFDwwMXNwMECfX1bEGNpBe3Afd79w&bvm=bv.112064104,d.c2E.

[11] Tafsir, Filsafat Mengurai Ontologi, Epistimologi, Dan Aksiologi Pengetahuan, 118–119.

[12] Ibid., 121.

[13] Ibid., 89.

[14] Tafsir, Filsafat Mengurai Ontologi, Epistimologi, Dan Aksiologi Pengetahuan.

[15] Zaprulkhan, Filsafat Islam : Sebuah Kajian Tematik (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 123–124.

[16] Ibid., 130.

[17] Abubakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Solo: Ramadhani, 1993), 257.

[18] Jujun S.Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu (Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2014), 134.

[19] Rizal Mustansyir and Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 78.

[20] Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu : Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Belukar, 2004), 13–14.

[21] Iriyanto Widisuseno, Bahan Ajar Filsafat Ilmu (Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2010), 1.

[22] S.Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, 134.

[23] Mustansyir and Munir, Filsafat Ilmu, 79.

[24] Muslih, Filsafat Ilmu : Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, 14.

[25] Ibid., 32.

[26] Widisuseno, Bahan Ajar Filsafat Ilmu, 3.

[27] S.Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, 136–137.

[28] Muslih, Filsafat Ilmu : Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, 21.

[29] Taryadi Alfons, Epistimologi Pemecahan Masalah Menurut Karl R. Popper (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), 27.

[30] Karl R Pooper, Logika Penemuan Ilmiah Terjemahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 30.

[31] Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2015), 33.

[32] Louis O Kattsoff, Pengantar Filsafat (dialihbahasakan Oleh Soejono Soemargono) (Yogyakarta: Tiara Wacana, n.d.).

[33] Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global, 34.

[34] Ibid.

[35] Ibid.

[36] Ibid., 34–35.

[37] Burhanudin, “Pengetahuan Filsafat Tinjauan Ontologi Epistimologi Dan Aksiologi.”

[38] S.Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, 140–141.

[39] Ibid., 141.

[40] Ibid.

[41] Ibid., 142.

[42] Ibid., 143.

[43] Ibid., 144.